Pada hari kamis-sabtu, 11-13 September 2014, PT Aditya Bumi Pertambangan (selanjutnya: PT
ABP) memaksa masuk ke Lingko Roga (tanah ulayat) untuk melakukan kegiatan pertambangan. Untuk diketahui sampai dengan hari-hari aksi ini wa(ga tidak pernah menyerahkan Lingko
mereka kepada PT ABP. Berbagai dialog baik dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur
maupun dengan pihak perusahaan sudah ditempuh. Surat pernyataan penegasan bahwa mereka
menolak kehadiran pertambangan pun sudah dibuat dan diserahkan kepada Camat Lambaleda
pada tanggal 10 Mei 20T4. Bahkan perjuangan penolakan itu telah mengkriminalisasi warga, di
mana 2 di antara mereka (Rikardus Hama dan Adrianus Ruslin) karena menegur dengan keras
karyawan perusahaan kriminalisasi sampai dihukum 3 bulan penjara. 20 oratg warga lainnya
juga dilaporkan ke polisi dengan tuduhan merusak fasilitas perusahaan dan menghalangi
kegiatan perusahaan. Intensitas perjuangan meningkat pada hari Kamis-Sabtu, 11-13 September
2014:
Hari kamis Perusahaan berusaha memasukan alat bor dan eskavator. Pada awalnya ada dialog
antara antatakepala desa, mengenai IUP yang diberikan kepada perusahaan. Sementara dialog,
seorang anggotaTNl dari koramil REO yang diketahui bernama Yr.gtinus mengejar Frater Hery, SVD, pendamping warga yang sedang merekam proses dialog dengan handycam. Suasana
menjadi kacau lalu warga mundur dan bertahan di tengah jalan. Ketika itu, Perusahaan
memasukan alat berat di damping oleh aparat TNI dari Koramil Pota ( Manggarai Timur) dan Koramil Reo (Manggarai). Melihat alat berat masuk seperti itu, warga duduk di tengah jalan
menghadangrrya agff alat eskavator itu tidak masuk. Melihat alat berut yang terus masuk,
beberapa ibu akhimya melepaskan bajunya dan bertelanjang dada menghadapi perusahaan dan
aparut TNI yang memaksa memasukan alat berat. Aksi-aksi ibu itu membuat perusahaan dan
aparat TNI dan alat berat itu keluar dari lokasi.
Hari Jumat, masyarakat tetap bertahan di lokasi. Mereka terus memantau dan berjaga agar
kendaraan perusahaan khususnya alatberuttidak masuk ke dalam tanah lingko yang menjadi hak
milik mereka. Jam 12.30 kendaraan perusahaan berusaha untuk masuk ke lokasi. Tetapi
masyarakat tidak mengizinkannya. Hadir pada kesempatan itu, kepala desa Satarpunda, Kapolsek Dampek, puluhan tentara, polisi dan pihak perusahaan PT. Aditya Bumi
Pertambangan. Kepala desa mencoba memediasi dengan membujuk masyarakat untuk membuka
jalatt, namun masyarakat tetap menutup jalan supaya kendaraan perusahaan tidak masuk ke
lingko mereka. Ada aparat kepolisiaan yang mengancam warga masyarakat bahwa kalau kamu
terus melakukan penghalangan terhadap kegiatan penrsahaan, besok tanggal 13 September 2A14,
kamu akan berhadapan dengan tembok besar (Tembok besar itu menjadi kenyataan pada hari Sabtu, 13 Sept 2014, Perusahaan masuk ke lokasi dengan aparat kepolisian dari Polres
Manggarai dan dari Polsek Dampek, dibantu aparat TNI dari Kodim 16T2 dan dari Koramil Pota
dan Koramil Reo).
Hari Sabtu, 13 September 2A13, warga datang ke lokasi sekitar jam 08.00. Sekitar jam 10.30
siang, iringan mobil masuk ke perbatasan jalan masuk lingko Roga. Sebuah mobil DALMAS (mobil Polisi) paling depan dan diikuti oleh 3 mobil open cup strada (milik perusahaan) dan mobil camat Lambaleda. Ketika mobil berhenti turunlah dari dalam mobil puluhan anggotapolisi
(yang kemudian diketahui berasal dari satuan Sabhara) dipimpin Kasatnya bernama Raimundus
Undur dan Kapolsek Dampek Robert Teja serta puluhan anggota TNI dari Kodim 1612 Ruteng
termasuk di dalamnya anggota TNI dari Koramil Pota dan Koramil Reo. Pada saat itu warga
sedang berdoa di sekitar Compang (mesbah persembahan) yang mereka buat di batas luar jalan
masuk lingko Roga fialan yang dibuat dalam lingko yang tidak diijinkan warga). Beberapa
anggota TNf beberapa berseragam loreng dan yang lain tidak.
Ketika warga berhenti berdoa, masuklah kepala desa Satar Punda atas nama Bernabas Raba, ke
tengah-tengah warga yang sedang duduk di tenda untuk berdialog dengan warga. Isi dialog
masih seputar soal bahwa PT ABP mempunyai IUP sehingga PT ABP legal melakukan kegiatan
penambangan, sedang warga tetap mempertahankan bahwa mereka tidak pernah memberikan
tanah Lingko mereka (termasuk Lingko Roga) kepada perusahaan ABP untuk melakukan
kegiatan penambangan. Warga menegaskan bahwa warga hanya menyerahkan pinggiran tanah
Lingko mereka untuk dijadikan jalan perusahaan ABP sesuai perjanjian 31 Juli 2012, tidak ada
penyerahan tanahlingko untuk ditambang oleh Perusahaan ABP.
Setelah Kepala desa berhenti bernegosiasi, aparat Polisi melalui Kasat Sabhara dan seorang
anggota lain dari Polres dan Kapolses Dampek,menyampaikan bahwa mereka datang karena ada
laporan dari PT ABP bahwa warga menghalangi kegiatan mereka. Dan mereka diperintahkan
untuk membuka jalan bagi perusahaan, seperti diikutip berikut: “… kami ke sini diperintahkan
oleh Kapolres di bawah pimpinan pa kasat, karena ada laporan Perusahaan bahwa ada penutupan
jalan, karena itu kami jelaskan agar ende-ema (ibu-bapa) tahu dan buka jalan untuk perusahaan. Rantang benturan ende-ema agu ami (takut benturan ibu bapa dengan kami). Kami takut
benturan dengan ase-kae (adik-kakak) kami sendiri. Benturan dalam arti, jika ibu bapa tidak mau
buka jalan untuk perusahaan, ibu bapa bisa diangkut ke Ruteng…,” ungkap anggota yang
berbadan besar tegap di samping Kasat Sabhara, Raimundus Undur. Pernyataan serupa juga
disampaikan oleh Kasat Sabhara, “… dari perusahaan itu dia tidak mau tahu…kami ke sini
diperintahkan untuk buka jalan ini, persoalan nanti jalan terus….saya kira penyampaian dari
kami cukup.”
Penegasan bahwa aparatpolisi diperintah juga disampaikan oleh Kapolsek Dampek, “saya sudah
sampaikan kemarin, saya kira penyampaian saya kemarin yang terakhir, tapi biarlah saya
sampaikan lagi….saya sampaikan berulang-ulang kali bahwa kami datang di sini atas perintah
berdasarkan laporan dari perusahaan. …saya sudah sampaikan bahwa perusahaan ini adalah
perusahaan legal, perusahaan resmi, sudah ada ijin. Jadi jangan bilang bahwa kami datang ini
mau ada diskusi, tidak, tidak ada diskusi. Kami tidak datang untuk mengadakan suatu sidang,
tidak, kami diperintah jelas karena ada laporan bahwa kegiatan perusahaan itu dihalangi oleh
masyarakat .. Karena itu kami datang diperintah jelas bahwa siapa yang menghalangi
perusahaan dibuka. Jelas. Tidak ada usul saran lagi. Itu perintah dari atas dan kami harus
melaksanakan itu. Karena itu perintah pimpinan…. Sekarang saya perintahkan, perintah saya ini
berdasarkan perintah dari atas supaya ini segera dibuka. Itu saja….. Perbuatan bapa-bapa ini
perbuatan melanggar hukum…. Ini perbuatan melanggar hukum dan ini harus diproses….
Karena sudah menghalangi kegiatan perusahaan yang resmi, yang legal… itu saja.”
Setelah penyampaian dan pernyataan-pernyataan itu, sekitar jam 12.40 sebuah kendaraan buldozer merangsek masuk mendekati warga yang sedang duduk di belakang compang
menghadap aruh datangnya buldozer. Warga menangis histeris, seorang warga membuka karton
penutup patung Bunda Maria yang ditempatkan warga di atas Compang. Melihat ada Patung
seseorang yang berdiri di pihak aparat dan perusahaan menghentikan alat berut itu dan
menyrruhnya mundur. Buldozer itu lalu pindah tempat dan menggusur lahan membuat jalan
baru beberapa meter dari tempat aksi warga.
Kira-kira jam 15.00, mobil DALMAS milik polisi diikuti dengan sangat mepet (sangat dekat) oleh sebuah mobil dumtruck besar warna putih berhasil lolos masuk ke lokasi. 20 menit
kemudian Mobil DALMAS kembali ke tempat warga melakukan aksi, tetapi mobil perusahaan
tidak kembali.
Kurang lebih pukul 17.00 sore, anggota polisi diperintahkan untuk apel. Beberapa saat
kemudian, anggota polisi membongkar tenda yang dibuat warga dan menyingkirkan barangbarang milik warga. Sesudah itu anggota polisi lalu mendahului 3 mobil strada milik PT ABP
berusaha menyingkirkan warga dengan paksa agar mobil perusahaan bisa masuk lokasi. Pada
saat itu jugawarga langsung berdiri dan memalang mobil yang paling depan, tetapi terus dihalau
paksa dan kasar oleh anggota Polisi, adayang didorong sampai terjatuh dan menimbulkan luka,
yang lain ditarik sampai bajunya robek dan diketok di kepala sampai benjol. Seorang staf JPIC
SVD disikut oleh anggota Polisi bemama Yonatan Nila lalu ditendang sarnpai jatuh dan terluka.
Melihat situasi ini, Pater Simon masuk membantu masyarakat untuk menahan mobil perusahaan
agar ketiga mobil tersebut tidak masuk ke lokasi lingko Roga. Saat itu warga dihalau dengan
kasar oleh aparat Yonatan Nila juga menarik dengan kasar dan keras di bagian bahu Pater Simon.
Pada saat itu juga pater Simon terseret dan terpental ke belakang dan terjatuh, namun karena
ditahan oleh warga sehingga tidak sampai di tanah. Wajahnya pucat dan seluruh badannya lemah
serta sempat tidak sadarkan diri. Tidak ada satupun aparat kepolisian yang menolong pater
Simon, kecuali masyarakat dan beberapa aparat TNI . Bahkan sebagian aparat kepolisian
menonton kejadian tersebut.
Pada saat kejadian itu, Pater Simon, mengenakan Jubah putih dan stola ungu. Jubah putih
yang dipakainya sebelumnya bersih tetapi setelah kejadian itu, jubah putih tersebut menjadi
sangat kotor, penuh dengan debu. Melihat situasi yang sangat mencekam ini, semua warga baik
laki-laki maupun perempuan menangis histeris. Mareka merasa bahwa Pater Simon yang adalah
seorang imam diperlakukan secara tidak manusiawi, diseret seperti binatang oleh beberapa orang
anggotapolisi.
Setelah keiadian ini, Pater Simon yang dikelilingi warga tetap duduk di jalan dalam
keadaan diam. Satu jam kemudian mobil ambulans dari puskesmas Reo datang untuk menolong
Pater tetapi ia menolak. Ibu Lely seorang perawat yang datang bersama mobil ambulans terus
membujuk pater agar segera diarfiar ke puskesmas Reo tetapi ia tetap tidak mau karena ia tetap
ingin ada bersama masyarakat Tumbak. seorang warga masyarakat bersama dengan bpk. Herry,
sopir JPIC meminta bantuan kepada polisi untuk diantar ke kampung Tumbak untuk mengambil
mobilnya pater Simon. Setengah jam kemudian mobil JPIC bersama rombongan dan komunitas
biara SVD datang menolong dan menjemput pater. Kurang lebih pukul 20.00 malam pater
diantar ke kampung Tumbak dan dirawat di rumah salah seorang toko masyarakat. Tiga orang
perawat, satu orang suster SSpS dan dua orang perawat segera menolong pater. Pater langsung diinirs. pukul 00.00 malam fiam 12 malam) pater diantar ke poliklinik susteran SSpS Reo. Dan
tanggal 14 pagi,pater Simon diantar ke Ruteng (Biara SVD St. Yosef Ruteng).
Kesimpulan sementara: Dari kronologis diatas ada indikasi bahwa peristiwa itu dilakukan
secara sistematis dan terstruktur oleh institusi kepolisian sejak hari Kamis, 11 Sept. sampai
kejadian tanggal 13 September 2014, yang menimpa wa(ga. Hal itu terlihat dari kenyataan di
lapangan di mana Polres Manggxai menurunkan Satuan Sabhara dan mefasilitasi secara paksa
kendaraan-kendaraan perusahaan masuk ke Lingko Masyarakat.
Coomission on Justice, Peace and Integrity of Creation
of SVD Ruteng