Globalisasi di dalam dirinya mengandung asas kontradiktoris. Ia sekaligus melahirkan kesatuan dan keterpecahan. Imperium global serempak memutuskan rantai garis batas dan merobohkan sekat-sekat antara individu, kelompok, dan bangsa. Namun pada saat yang sama ia menyebabkan polarisasi antara individu, kelompok, dan bangsa; antara nilai dan makna kehidupan. Polarisasi tersebut menciptakan kerenggangan sosial, yang menyebabkan matinya nurani kepedulian. Gerakan-gerakan ekstrimis yang berwajah agama dan sosial terjadi di mana-mana. Isis dan gerakan-gerakan terror lainnya mengguncang keamanan dan kedamaian dunia saat ini. Kenyataan ini menggambarkan adanya ketidakberesan dan ketimpangan di dunia ini; baik ketimpangan di antara sesama manusia, manusia dengan alam maupun manusia dengan ruang Sakral.
Dalam era digital saat ini perpindahan manusia dan arus informasi begitu mudah dan gampang. Tentu hal ini membawa manfaat besar bagi manusia. Namun tidak sedikit juga korban yang harus dipikul. Migrasi manusia dan informasi juga membawa dampak negative bagi manusia, seperti perampasan hak atas tanah, penyakit sosial (HIV/AIDS, narkoba, dll), perdagangan manusia, pelecehan terhadap HAM, kehilangan identitas. Migrasi manusia dan informasi seharusnya tidak menimbulkan korban jika setiap masyarakat dibentengi dengan daya filtrasi dan kemandirian dan kematangan dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam kenyataannya masyarakat kita belum siap menghadapi migrasi manusia dan informasi yang berakibat pada tumbuhnya perubahan-perubahan dalam skala nilai dan tujuan hidup. Dan hal ini menyebabkan masyarakat kita hidup dalam kegamangan dan keburaman.
Kemiskinan tetap menjadi bagian yang tak terelakan dari kehidupan sebagian besar masyarakat kita. Masih banyak masalah yang mesti dibenahi dan diatasi. Kehidupan ekonomi yang dikuasai oleh kaum kapitalis yang cenderung koruptif telah mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat Indonesia. Kehidupan politik yang dikaburkan oleh kepentingan-kepentingan individu dan kelompok telah meluluhlantahkan mentalitas nasionalisme dan patriotisme. Kehidupan agama yang disinkresikan dengan kepentingan politik dan ekonomi telah menggoyahkan moralitas bangsa. Hukum yang bisa diperjualbelikan menyebabkan maraknya kasus korupsi dan kriminalisme serta premanisme.
Dalam dokumen SDGs dijelaskan tentang kondisi dunia kita saat ini bahwa Milyaran
penduduk dunia masih terus hidup dibawah garis kemiskinan dan direndahkan martabatnya. Ketimpangan terus meningkat di dalam suatu negara dan antar negara. Terdapat kesenjangan yang besar terhadap oportunitas, kekayaan dan kekuasaan. Kesetaraan gender juga masih menjadi salah satu tantangan utama. Pengangguran, terutama pengangguran usia muda, masih sangat memprihatinkan. Ancaman kesehatan global, bencana yang makin sering dan parah, konflik yang berputar, para ekstrimis yang makin sadis, terorisme dan krisis kemanusiaan lainnya, juga penggusuran merupakan ancaman terhadap kemajuan pembangunan dalam decade terakhir ini. Perusakan sumber daya alam dan dampak buruk dari degadrasi lingkungan, termasuk disertifikasi, kekeringan, degadrasi tanah, kelangkaan air bersih dan hilangnya keanekaragaman hayati, menambah dan memperburuk daftar tantangan yang dihadapi kemanusiaan. Perubahan iklim meripakan tantangan terbesar padamasa kini dan dampaknya yang hebat mengurangi kemampuan negara-negara untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Naiknya temperature global, naiknya permukaan air laut, bertambahnya keasaman air laut dan dampak perubahan iklim lainnya secara serius berdampak pada daerah pesisir dan negara-negara yangdaerah pesisirnya di bawah permukaan laut, termasuk negara-negara kurang berkembangdan negara berkembang kepulauan kecil. Daya tahan hidup masyarakat, dan system dukungan biologis planet ini berada dalam ancaman.
Berangkat dari kondisi dunia kita saat ini, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mencanangkan reformasi visi pembangunan dunia. PBB menetapkan paradigma pembangunan yang baru yaitu PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Visi dan misi serta agenda pembangunan berkelanjutan didokumentasikan dalam dokumen yang disebut dengan MDG’s (Milenium Development Goals). Kemudian pada tahun 2015 dokumen tersebut direvisi, yang diberi nama SDG’S (Sustainable Development Goals). Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987). Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.[1]
Pembangunan berkelanjutan berorientasi pada manusia, keselamatan ekologis, meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan perdamaian, serta terjalinnya persahabatan di antara manusia. Pembangunan itu mesti menghargai, melindungi, dan mendukung HAM, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak serta kebebasan fundamental bagi semua tanpa pengecualian terhadap suku, warna kulit, kenis kelamin, bahasa, agama, politis atau opini lainnya, asal bangsa atau sosial, kepemilikan, kondisi lahir, disabilitas, atau status lainnya.
Karena itu Mereka yang rentan harus diberdayakan. Mereka yang kebutuhannya direfleksikan dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan termasuk semua anak, kawula muda, orang dengan disabilitas (dimana80%darimereka hidup dalam kemiskinan), orang yang terkena HIV/AIDS, lanjut usia,masyarakat adat, pengungsi dan mereka yang tergusur dan migran.
Selain itu Pembangunan mestinya menjamin dan mewujudkan penghargaan terhadap keberagamaan suku,etnis dan budaya; dan terhadap kesempatan yang sama yang mengijinkan secara penuh realisasi dari potensi manusia dan berkontribusi terhadap kemakmuran bersama. Sebuah dunia yang berinvestasi pada anak-anak dan dimana setiap anak dapat tumbuh dengan bebas dari kekerasan dan eksploitasi. Dunia yang adil, setara, toleran, terbuka dan inklusif secara sosial di mana seluruh kebutuhan dari mereka yang paling rentan dapat terpenuhi. Pembangunan tersebut mesti menjamin adanya pertumbuhan ekonomi yang terpelihara, inklusif dan berkelanjutan dan pekerjaan yang layak bagi semua. Suatu dunia dimana pola konsumsi dan produksi dan penggunaan terhadap seluruh sumber daya alam – dari udara ke tanah, dari sungai,dan audan resapan air (aquifers) sampai lautan dan samudra – dapat berkelanjutan. Sebuah dunia dimana demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dan hukum juga lingkungan yang menunjang pada tingkat nasional dan internasional adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan, termasuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, pembangunan sosial, perlindungan terhadap lingkungan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Dunia dimana pembangunan dan penerapan teknologi sudah ramah iklim, menghargai keanekaragaman hayati dan tahan lama. Suatu dunia dimana manusia dapat hidup secara harmonis bersama alam dan dimana margasatwa dan spesies hidup lainnya terlindungi.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kaya. Seharusnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang sejahtera. Namun dalam kenyataannya, sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Kesehatan, pendidikan dan sanitasi tidak dipenuhi secara baik. Angka kematian ibu dan anak masih sangat tinggi. Kelemahan kita adalah soal managemen tata kelola sumber kekayaan kita. Banyak potensi yang belum disentuh dan dikelola secara baik. System pengelolaan yang kurang baik tersebut diperparah dengan niat dan tindakan koruptif dari pengambil kebijakan public. Setiap tahun dilaporkan bahwa ekonomi bangsa kita mengalami peningkatan sekian persen. Namun dalam kenyataannya, pertumbuhan ekonomi tersebut hanya dialami mungkin 10% masyarakat Indonesia. Sedangkan 90% masyarakat Indonesia tidak mengalami dampak langsung ataupun tidak langsung dari pertumbuhan ekonomi tersebut.
Dalam kenyataannya, sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dalam kemiskinan, angka pengangguran meningkat, kekerasan khususnya terhadap perempuan dan anak, terjadinya praktek perdagangan manusia, arus urbanisasi yang semakin meningkat. Propinsi NTT dinobatkan sebagai propinsi darurat perdagangan manusia (human trafficking). Hampir setiap tahun korban perdagangan manusia dari NTT semakin meningkat. Selain itu, banyak masyarakat kita yang pergi mencari kerja di luar daerah. Apakah wilayah kita ini adalah “neraka” sehingga kita harus pergi menjauh? Apakah kita merasa bahwa kemanusiaan kita seperti “barang komoditi” yang bisa diperjualbelikan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu merefleksikan lagi pola pembangunan kita selama ini. Kita sama-sama mesti mengakui bahwa pembangunan kita selama ini belum mencapai sasarannya.
Tujuan pembangunan sebuah bangsa adalah kesejahteraan masyarakat. Paradigma dan dinamika pembangunan tersebut seharusnya berorientasi pada manusia seutuhnya. Keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah dan bentuk pembangunan menjadi prasyarat utama. Sebab masyarakat sendiri mengetahui secara persis apa kebutuhan mereka dan apa potensi yang mereka miliki serta tantangan yang mereka hadapi. Untuk itu pembangunan mesti kelola secara demokratis yaitu dari, oleh dan untuk masyarakat. Demokratisasi pembangunan mesti diarahkan pada proses kemandirian masyarakat. Kemandirian tersebut dimaksudkan agar masyarakat mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki, membaca peluang yang ada serta mampu mengatasi tantangan. Karena itu paradigm pembangunan kita mesti direformasi secara holistis yang mengedepankan asas keberlanjutann dalam segala aspeknya baik manusia, alam dan segala isinya. Pembangunan berkelanjutan mesti menjadi paradigm dan strategi dalam pembangunan kita dewasa ini.
Karena itu bagian yang sangat penting dari pembangunan adalah pemberdayaan masyarakat. Dalam rangka itulah, kegiatan WORKSHOP DENGAN TEMA “PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERBASIS POTENSI LOKAL” kita buat bersama untuk merefleksikan lagi substansi pembangunan kita untuk melihat potensi-potensi yang kita miliki agar kita tidak menjadi korban pembangunan tersebut.
Peserta yang hadir dalam kegiatan ini berasal dari berbagai berbagai komponen masyarakat Elar yang meliputi:
Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari penuh, yaitu dari hari Kamis s/d Minggu, tanggal 10-12 Juni 2016 bertempat di aula Paroki Elar, Keuskupan Ruteng.
Kegiatan ini berbentuk lokakarya (training and workshop) dengan menggunakan metode proses yang bersifat partisipatif. Para peserta hanya diberi arahan singkat oleh para fasilitator mengenai Pembangunan berkelanjutan berbasis potensi lokal dan persoalan yang terkait dengan tema tesebut, dan selanjutnya para peserta berdiskusi dalam kelompok dan melaporkan hasil diskusi mereka pada forum pleno untuk mendapatkan tanggapan, koreksi dan saran perbaikan. Pada akhir sesi, fasilitator memberikan penegasan dan kesimpulan sementara dari sesi tersebut. Proses tersebut dilengkapi dengan masukan dari narasumber untuk menegaskan dan memperluas wawasan pemahaman peserta mengenai Proposal Pembangunan Global Bangsa-Bangsa (Dokumen: Sustainable Development Goals), Hak Asasi Manusia dan Partisipasi Masyarakat lokal dalam pembangunan. Seluruh proses itu akhirnya menghasil sebuah komitmen bersama para peserta dalam proses pembangunan di tempat asal mereka masing-masing dan bersama-sama, sebagai bentuk partisipasi mereka dalam Pembangunan Global yang berkelanjutan.
Dalam sesi diskusi mengenai masalah-masalah yang sedang dihadapi, kelima kelompok diskusi menemukan beberapa masalah utama yang sedang dihadapi yaitu: (a) Kekerasan dalam rumah tangga (terutama terhadap perempuan dan anak perempuan); (b) Migrasi penduduk angkatan kerja dan perdagangan manusia; (c) Kerusakan lingkungan dengan segala dampaknya (termasuk masalah air bersih dan sanitasi); (d) Sumber daya manusia yang kurang/rendah (sikap malas, tidak ada kemauan belajar, mau cepat dapat hasil/instant); dan (e) Kehilangan identitas budaya. Semua persoalan itu berakar pada masalah kemiskinan karena tidak terjamin dan terpenuhinya berbagai hak dan kebutuhan hidup.
Walaupun peserta menemukan banyak masalah, namun dalam sesi selanjutnya mereka juga menemukan banyak potensi yang dapat didayagunakan untuk kesejahteraan hidup mereka. Ada empat (4) kelompok besar potensi yang ditemukan oleh para peserta: (a) Sumber daya alam yang kaya: (1) tanah yang subur dan luas; (2) air yang cukup; (3) hutan yang kaya akan sumber penghidupan (hasil-hasil hutan); (4) memiliki hasil-hasil komoditi yang cukup, antara lain kopi, kemiri, coklat dan cengkeh, dll. (b) Sumber Daya Sosial: (1) semangat kekeluargaan dan gotong royong; (2) tata aturan dan norma sosial termasuk adat istiadat yang masih terpelihara baik; (3)filosofi orang Manggarai yang berpusat pada alam (Lingko, mbaru/gendang, Wae teku, Compang-Natas, Beo/golo), dan (4) keyakinan religious dan system budaya yang terpelihara. (c) Sumber daya Manusia: (1) berpendidikan minimal Sekolah Dasar dan (2) mempunyai pengetahuan lokal dan keterampilan tradisional yang menjamin keberlanjutan pengelolaan Sumber daya alam. (d) Keuangan dan infrastruktur: (1) memiliki sumber-sumber keuangan yang tetap dari komoditi perdagangan di kampung; (2) memiliki sarana komunikasi sosial (handphone, televisi, radio, CD/DVD player), (3) memiliki kendaraan bermotor (sepeda motor dan mobil) dan (4) mempunyai energy listrik terbarukan (tenaga air).
Selain mendiskusikan masalah dan potensi-potensi lokal pembangunan di Elar dan sekitarnya, para peserta juga menemukan berbagai peluang dan tantangan dalam pembangunan di wilayah mereka. Fokus identifikasi peserta adalah SDA, SDS, SDM dan Keuangan dan infrastruktur. Peluang dan tantangan yang dimaksud adalah:
Sebelum mengakhir seluruh proses workshop, para peserta bersepakat melakukan hal-hal di bawah ini sebagai komitmen bersama untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada potensi-potensi lokal.
Pembangunan berkelanjutan adalah isu yang relatif baru sehingga perlu terus menerus didiskusikan dan didalami agar semakin banyak orang memahaminya. Untuk mewujudkan maksud tersebut, JPIC SVD telah berusaha untuk dengan segala keterbatasannya memulai suatu proses penyadartahuan dan penguatan masyarakat, seperti yang dilakukan di Elar pada bulan Juni 2016.
Upaya ini dilakukan karena kami sadar bahwa persoalan pembangunan yang dialami oleh bangsa-bangsa di dunia adalah juga persoalan-persoalan pembangunan di tingkat lokal. Oleh karena itu, upaya ini juga sekaligus menjadi motivasi bagi masyarakat di tingkat lokal untuk melibatkan diri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Pelibatan diri masyarakat dalam pembangunan global hendaknya menjadi kesempatan bagi mereka untuk memiliki akses terhadap pemenuhan hak-hak masyarakat dengan mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki sehingga pembangunan global benar-benar juga menjadi agenda pembangunan lokal yang mengglobal.
Akhirnya untuk semua partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak, terutama Pastor paroki dan umat Paroki Elar yang telah secara aktif melibatkan diri dalam kegiatan ini, kami haturkan banyak terimakasih, dan untuk segala kritik dan masukan dari berbagai pihak akan diterima dengan senang hati, dan mohon maaf jika seluruh proses lokakarya tidak cukup membantu impian dari pihak-pihak tertentu.
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan