PERLINDUNGAN KOMODO (VARANUS COMODOENSIS)
DAN HABITATNYA YANG BERBASIS MASYARAKAT
DI KBA  POTA-MANGGARAI TIMUR


Komodo atau Varanus Comodoensis yang dikenal sebagai salah satu keajaiban dunia di era ini merupakan jenis satwa langka yang hanya tinggal dan hidup di Indonesia, khususnya di pulau Flores, NTT.  Berdasarkan catatan statistik akhir tahun 2015, populasi komodo di pulau komodo mencapai 4000 ekor. Namun sebaran populasi ini belum sebanding dengan ruang hidup dan logistik pakan, juga derasnya arus ancaman kepunahan.

Meski komodo yang hidup di pulau komodo, Manggarai Barat sudah populer di belahan dunia, namun terdapat juga habitat dari spesies yang sama di Kawasan Pota (KBA Pota), Manggarai Timur. Komodo yang terdapat di KBA Pota memiliki ukuran fisik lebih kecil dan memiliki warna kulit yang menarik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedua lokasi habitat dan populasi komodo yang ada di Flores kerap menuai ancaman kepunahan. Khusus komodo yang ada di KBA Pota, selain sempitnya ruang hidup, kekurangan logistik pakan, dan perubahan iklim yang ekstrem, ancaman juga secara langsung dan tidak langsung dilakukan oleh manusia.

Dalam beberapa tahun terakhir, habitat dan populasi komodo di KBA Pota terancam oleh karena pembantaian yang dilakukan oleh masyarakat

sekitar KBA Pota dan juga karena perambahan atau penebangan hutan tempat tinggal Komodo untuk aktivitas bertani dan berkebun. Selan itu, kepedulian masyarakat sekitar KBA Pota terhadap habitat dan populasi Komodo sangat rendah. Masyarakat sekitar cenderung memandang Komodo sebagai hewan liar yang mengancam kehidupan manusia dan mengancam kehidupan hewan peliharaan masyarakat (Kambing, sapi, dan lainnya). Banyak kesaksian masyarakat di Tompong (Nampar Sepang) bahwa Komodo seringkali memangsa ternak kambing, anak sapi dan ayam peliharaan masyarakat. Ketika masyarakat melihat kejadian itu, masyarakat langsung menangkap dan membunuh komodo tersebut, lalu dibuang.

Dari beberapa kejadian yang mengancam habitat dan populasi komodo di atas, dapat disimpulkan bahwa, pertama, Masyarakat sekitar KBA Pota belum memahami sepenuhnya bahwa komodo adalah binatang langka yang harus dilindungi dan dilestarikan. Pola pikir masyarakat sekitar KBA Pota bahwa komodo adalah hewan liar yang bisa memangsa manusia dan memangsa hewan

peliharaan, maka komodo harus dimusnahkan. Paradigma ini

muncul karena kurangnya informasi dan pencerahan terkait pentingnya

perlindungan terhadap habitat dan populasi komodo sebagai hewan langka yang dilindungi Undang-undang (Keppres No.4 Tahun 1993 Komodo

sebagai satwa nasional dan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya), dan juga tidak adanya peraturan lokal/adat (local genius) yang melarang pembantaian komodo (minus larangan dan sanksi adat)

Kedua,  Komodo di sekitar KBA Pota sering memangsa hewan peliharaan masyarakat disinyalir karena komodo mulai kekurangan makanan. Hal ini disebabkan karena banyak hewan liar lainnya yang menjadi mangsa komodo di hutan mulai berkurang (mati, berpindah/terusir) ketika masyarakat membuka lahan baru (perambahan dan penebangan hutan) untuk aktivitas bertani dan berkebun (Aspek ekonomi).  Aktivitas perambahan dan penebangan hutan secara langsung mempersempit ruang hidup komodo dan mengurangi makanan komodo.

Ketiga, Sebagian lokasi tempat hidup komodo di KBA Pota adalah wilayah pertanian masyarakat. Sistem tebas-bakar lahan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup komodo.  

Melihat realitas ancaman kepunahan komodo di KBA Pota, maka JPIC SVD Ruteng berinisiatif melindungi dan melestarikannya dalam koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya Lembaga Burung Indonesia dan masyarakat desa Nanga Mbaur, Nampar Sepag dan Golo Lijun dengan merancang dan mengimplementasikan kegiatan-kegiatan seperti, Pertama, Membangun kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya perlindungan Komodo dan habitatnya di KBA Pota dengan menyelenggarakan seminar Perlindungan Komodo dan habitatnya di KBA Pota dan pemanfaatan Sumber Daya Alam secara bijaksana. Kedua, Memfasilitasi masyarakat dan pemerintah dalam membuat kesepakatan terkait perlindungan Komodo dan habitatnya di 3 desa sasaran. Ketiga, Memfasilitasi masyarakat peduli kawasan dengan pengembanganekonomi mikro seperti pendampingan UBSP, tenun, dan pertanian berkelanjutan -melatih masyarakat mengelola lahan terbatas untuk hasil yang maksimal dan menghindari pembukaan lahan baru di habitat komodo (HM).